Di Sungai Aare : Emmeril Kau yang pergi dari bayanganku, Meninggalkan sayap patah dan dingginnya kakimu itu Di tepi ingatan ini, hanya piguramu yang tersenyum, bahagia dan kuat Meski tetiba tawa itu jadi sejarah. "Kau tak bisa lagi terbang dalam khayalku," Kata ibu. Tapi aku terus saja bernostalgia dengan jari kecil dan kangen yang kini telah buram. Kucari sayap patahmu lagi, berkali-kali bahkan ke dalam sesaknya dadaku. dalam dinginnya Aare, airmata ini jadi sungai perjalanan, membawa tawamu ke langit paling biru, …
Yuk, tidur kataku kepada Tragedi, yang terus merambat dalam pikiran ini. Aku hanya ingin katakan, tubuhku tak lagi sanggup untuk terus terjaga, kemudian menidurkan masa lalu kalian yang dicuri oleh negara kita puluhan tahun lalu! Hei, tubuhku bukan simposium! tempat di mana Kalian ingin duduk dan bercerita tentang kehilangan. Aku juga ingin Tidur dengan pulas, sambil bermain dengan bunga mimpiku yang Sepanjang hayat telah hilang Oleh kepedihan kalian. Semua dari kita adalah kehilangan, Juga etalase kenangan, puzle Zig-zag air ter…
Setelah sekian lama aku Berhasil menyembunyikan Kegelisahanku, Dalam dan begitu rapat, Namun kau datang lagi. Serupa hujan dan mulai memakanku sedikit demi Sedikit. Ditambah angin kampung Halaman membunyikan lara dengan melodi sakit dari masa lalu. Kau yang tumbuh sebagai kenangan, memamah aku di dalamnya, kuat dan mencekik. Memoar ini bagai laron dalam kepalaku, Terus saja berputar dan membawa bahasa kampung nun jauh di Kandang, tempat Orang-orang meninggalkan Dirinya sebagai tragedi. Meski telah kubuang dan lupakan, Tapi tetap saja …
Di sepanjang Jalan Banda Aceh-Medan, Kucari kembali pinggang yang sakit, dan pipi lebam oleh konflik. Meski kubuka tirai masa kini, Tapi sering pula suara nyeri menangis Di punggung masa lalu. Dia serupa menoleh lagi, tapi tak pernah sampai pada Kata damai dalam dirinya, ribut seperti ombak Sepanjang tahun. Di luar, dusun dan rumah meski tak terdengar lagi suara jerit siksa, namun Ada juga sunyi sesekali datang, Yakni rasa sakit menempel di dinding ingatan. Ia tumbuh dan mekar saban tahun sebab tak pernah air dini hari menyiram dadanya Ya…
Ingatanmu tak diambil laut, dik Tapi di lekuk hutan, dan rimbun Pepohanan, embun merah Deras dari tulang dadamu. Matamu menatap langit, Dan sepatu lars mencuri harapan, Mencungkil mimpi-mimpi, Yang begitu kuat dan besar. Di tubuh pagi, ada yang menjerit, ada yang tetiba Benderit: suara sangkur menebas Dan suara ampun yang tak sampai. Kampung kita kaget, dik. Koran dan Meunasah* merinding, Terasa bagai menyambut deru dari laut: Gemeretak ngilu angin badai. Pagi itu sunyi turun, Penderitaan kemudian Hilir dari mulut ke mulut, Menuju l…
Social Plugin